Dalam Undang-Undang (UU) nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, “Pendidikan nasional berfungsi untuk mngembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikir.
Tujuan pendidikan di atas sebenarnya sangat mulia. Akan tetapi, dewasa ini banyak lembaga pendidikan yang telah salah arah. Sebab, banyak sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bermoral. Para pelajar yang berperilaku layaknya “preman”, kini telah merajalela. Padahal, apabila kita melihat definisi maupun fungsi pendidikan, di situ terdapat poin penting, yaitu bertaqwa kepada Tuhan YME dan beraklak mulia.
Pendidikan Indonesia, semakin hari kian bobrok. Pasalnya, seperti yang kita ketahui bersama, banyak media massa yang memberitakan tentang kenakalan remaja, khusunya anak sekolah atau mahasiswa, tawuran antarpelajar, video mesum, dan lain sebagainya. Ini merupakan contoh nyata kegagalan pendidikan kita.
Mungkin, apabila Ki Hajar Dewantara masih hidup, tentu sangat menyesalkan kejadian seperti itu. Pasalnya, sebagai Bapak pendidikan nasional, beliau sangat tanggap dengan masalah pendidikan.
Kegagalan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari peran guru. Apabila gurunya baik, maka yang terjadi adalah kebaikan, begitu juga sebaliknya. Namun yang terjadi saat ini, banyak para guru yang mengajar hanya dijadikan sebuah pekerjaan dan formalitas belaka. Akibatnya, kualitas murid menjadi biasa-biasa saja. Karena, tidak ada kesungguhan dan keikhlasan dari para guru.
Tidak jarang saya menjumpai guru bahkan dosen yang tidur ketika mengajar, tidak tepat waktu ketika masuk kelas, dan senang ketika hari libur. Oleh sebab itu, perlu ada pelurusan paradigma bagi para pengajar tentunya.
Salah satu solusi adalah, perlu ada ketegasan dari pemerintah dalam mengurusi masalah pendidikan, terutama dalam pelurusan paradigma terhadap guru. Sebab, pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting.
Di era globalisasi seperti ini, penjajahan dilakukan bukan dengan senjata. Akan tetapi dengan kualitas SDM yang mumpuni. Selain itu, pendidikan yang baik akan membentuk moral bangsa yang baik pula. Oleh sebab itu, semoga pendidikan di Indonesia kembali menuju ke jalan yang benar.
Shobikhul Muayyad
Direktur Lembaga Pers Monash Institute (LPMI)
Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikir.
Tujuan pendidikan di atas sebenarnya sangat mulia. Akan tetapi, dewasa ini banyak lembaga pendidikan yang telah salah arah. Sebab, banyak sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bermoral. Para pelajar yang berperilaku layaknya “preman”, kini telah merajalela. Padahal, apabila kita melihat definisi maupun fungsi pendidikan, di situ terdapat poin penting, yaitu bertaqwa kepada Tuhan YME dan beraklak mulia.
Pendidikan Indonesia, semakin hari kian bobrok. Pasalnya, seperti yang kita ketahui bersama, banyak media massa yang memberitakan tentang kenakalan remaja, khusunya anak sekolah atau mahasiswa, tawuran antarpelajar, video mesum, dan lain sebagainya. Ini merupakan contoh nyata kegagalan pendidikan kita.
Mungkin, apabila Ki Hajar Dewantara masih hidup, tentu sangat menyesalkan kejadian seperti itu. Pasalnya, sebagai Bapak pendidikan nasional, beliau sangat tanggap dengan masalah pendidikan.
Kegagalan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari peran guru. Apabila gurunya baik, maka yang terjadi adalah kebaikan, begitu juga sebaliknya. Namun yang terjadi saat ini, banyak para guru yang mengajar hanya dijadikan sebuah pekerjaan dan formalitas belaka. Akibatnya, kualitas murid menjadi biasa-biasa saja. Karena, tidak ada kesungguhan dan keikhlasan dari para guru.
Tidak jarang saya menjumpai guru bahkan dosen yang tidur ketika mengajar, tidak tepat waktu ketika masuk kelas, dan senang ketika hari libur. Oleh sebab itu, perlu ada pelurusan paradigma bagi para pengajar tentunya.
Salah satu solusi adalah, perlu ada ketegasan dari pemerintah dalam mengurusi masalah pendidikan, terutama dalam pelurusan paradigma terhadap guru. Sebab, pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting.
Di era globalisasi seperti ini, penjajahan dilakukan bukan dengan senjata. Akan tetapi dengan kualitas SDM yang mumpuni. Selain itu, pendidikan yang baik akan membentuk moral bangsa yang baik pula. Oleh sebab itu, semoga pendidikan di Indonesia kembali menuju ke jalan yang benar.
Shobikhul Muayyad
Direktur Lembaga Pers Monash Institute (LPMI)
0 komentar:
Posting Komentar