TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer, Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama dengan Kementerian Pendayaan Gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) telah melakukan melakukan verifikasi terhadap 152 ribu pegawai honorer kategori 1 (K1), atau pegawai honorer yang penghasilannya dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKN Eko Soetrisno mengungkapkan, dari hasil verifikasi terhadap 152 ribu tenaga honorer kategori 1 di seluruh instansi pemerintah dan daerah di tanah air, hanya ada 72 ribu tenaga honorer yang datanya dianggap valid. Sesuai ketentuan PP, terhadap mereka dilakukan uji publik. Sebanyak 523 instansi pusat dan daerah sudah melakukan uji publik dan yang sudah melaporkan ada 429 instansi, sementara 94 instansi saat ini tengah lakukan uji publik.
“Dari hasil uji publik, ada 111 instansi yang menyatakan sudah clear, karena tidak ada complain. Dari jumlah itu, tercatat ada sebanyak 4.517 tenaga honorer kategori 1 yang sudah clear,” kata Eko seperti dikutip Tribunnews.com dari situs Sekretariat Kabinet RI, Minggu (10/6/2012).
Dari laporan yang diterima BKN, lanjut Eko, surat hasil uji publi dan analisa jabatan ada yang ditandatanganai oleh bupati, ada walikota, Wakil Bupati, ada juga yang ditandatanganai Sekda. Hanya beberapa yang ditandatangani oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Eko menambahkan, laporan dari Pejabat Pembina kepegawaian (PPK) ada 574 surat. Isinya bukan pengaduan, tapi umumnya berupa penjelasan. Sedangkan dari perorangan sebanyak 254 surat, termasuk yang menyangkut dirinya.” Ada dari masyarakat yang mengatakan semuanya tak benar,” ujar Eko.
Sementara itu Sekretaris Kementerian PAN dan RB Tasdik Kinanto menjelaskan, PP No. 56 Tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua atas PP No. 48 tahun 2005 itu tersebut mengatur tiga hal, yakni mengenai honorer kategori 1, honorer kategori 2 (penghasilannya dibayar bukan dari APBN dan APBD), dan jabatan mendesak untuk diangkat menjadi CPNS.
PP ini akan menjadi payung hukum dalam pengangkatan tenaga honorer kategori 1, atau yang disebut honorer tertinggal atau tercecer, secara adil dan transparan. “Prinsipnya, mereka yang berhak harus diangkat, tetapi yang tidak berhak ya tidak diangkat,” kata Tasdik.
Sejalan dengan prinsip itu, konsekuensinya tidak semua yang sudah lolos verifikasi, yakni pasti bisa diangkat menjadi CPNS. Pasalnya, setelah diuji publik ternyata banyak aduan, laporan, serta keluhan dari berbagai pihak, terkait dengan kebenaran honorer dimaksud. Namun angka itu tidak harus habis.
“Meskipun alokasi anggarannya sudah ditetapkan oleh badan Anggaran untuk masuk dalam tahun 2012 ini, kalau realitasnya hanya lima ribu yang memenuhi syarat, ya cukup lima ribu yang diangkat. Kami sangat serius menangani ini,” ujarnya.
Deputi bidang SDM AParatur Kementerian PAN dan RB Ramli E. Naibaho menambahkan, sehubungan dengan banyaknya aduan, Menteri PAN dan RB telah memerintahkan agar dibentuk tim verifikasi bersama dnegan BKN dan BPKP, untuk memperoleh data yang benar-benar akurat. “Setelah diperoleh data akurat, baru ditetapkan formasinya,” ujarnya.
Namun hal itu juga belum menjamin bahwa honorer yang sudah pemberkasan pasti diangkat menjadi CPNS. “Bahkan, meski sudah diberi NIP sekalipun, kalau terbukti palsu, akan kami batalkan,” katanya.
Selain mengatur honorer kategori 1, dalam PP juga diatur mengenai honorer kategori 2, yang sebenarnya antara keduanya hampir sama. Bedanya, kategori 2 ini dibiayai bukan dari APBN atau APBD. Terhadap mereka, tidak dilakukan diverifikasi, tapi akan dilakukan tes sesama mereka. Juga ada penghargaan terhadap mereka yang memiliki masa kerja lebih lama. Dari hasil pembahasan dengan kementerian Keuangan, dan DPR, alokasi anggaran untuk mereka akan masuk APBN tahun 2013.
Dengan terbitnya PP itu juga memungkinkan seorang dokter yang mau bekerja di daerah terpencil dapat diangkat menjadi CPNS tanpa melalui seleksi. Namun usianya dibatasi, maksimal 46 tahun. Selain itu, dibuka juga untuk tenaga yang memiliki keahlian spesifik yang tidak ada di PNS, misalnya ahli nuklir. “Konsentrasinya, untuk yang mendukung program pro job,pro poor,pro growth. Ini kewenangan Presiden. BKN dan Menpan membantu melakukan analisis,” katanya.
Terkait dengan formasi tahun 2012 ini, Ramli mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima usulan formasi dari 85 daerah, tetapi hanya 20 yang telah melengkapi dengan analisa jabatan, analisa beban kerja serta proyeksi kebutuhan pegawai hingga lima tahun ke depan. Bagi yang tidak melaporkan dengan benar, sesuai dengan kebijakan moratorium, tidak diberi alokasi formasi PNS. Padahal, formasi untuk tahun ini dialokasikan sebanyak 72 ribu dari honorer, dan sekitar 60 ribu dari pelamar umum.
“Bagi yang masih ingin mengajukan formasi, diberikan kesempatan hingga akhir Juni, karena sudah harus masuk dalam pembahasan APBN. Kalau memasukkan sesudah bulan Juni, maka akan masuk dalam prioritas untuk tahun 2013,” tegas Ramli. (Aco)